Selasa, 29 Desember 2015

Masyarakat Tanpa Kendaraan Pribadi




                Menunggu tanpa kepastian, rekan seperjalanan yang tidak bisa ditebak sebelumnya, berragam latar belakang dan tujuan, beragam silaturahmi singkat namun namanya tetap saja silaturahmi dan takdir pertemuan, keberagaman, berragam bau, wajah, busana, tabiat, emosi, jabatan, kelas sosial, kaca mata perspektif, dan senyum. Hanya bermodalkan 4000-8000, angkutan umum bisa memberi banyak hal bagi mereka yang gemar merenung atau membaca sekitar.

Di tengah hiruk-pikuk berita yang simpang siur mengenai Metromini dan Kopaja yang hilang dari pandangan mata orang Jakarta, masih ada ditemukan satu-dua Metromini dan Kopaja ketika saya berangkat beraktivitas di jalan mulai awal Desember hingga kini. Kopaja 502 dan 608 masih dapat ditemui berlalu lalang di sekitar Kebon Sirih dan Tanah Abang, Metromini 46 dan 49 masih juga dapat terlihat di Utan Kayu, Rawamangun. Jadi, apakah betul berita tentang lenyapnya metromini dan kopaja di sekitar Jakarta?

Menurut video yang diunggah oleh Pemprov DKI di Youtube, beberapa metromini dan kopaja melakukan mogok masal sebagai aksi protes melawan kebijakan pengkandangan ratusan Metromini dan Kopaja di Pool Rawa Buaya, Menurut video lain yang diunggah oleh akun Youtube yang sama, pengkandangan tersebut dilakukan karena kendaraan-kendaraan tersebut kondisi rem dan gasnya tidak dalam keadaan baik serta tidak memiliki atau lewat masa berlaku SIM dan STNK.

Kopaja dan Metromini merupakan kendaraan yang pro-rakyat dalam perspektif ongkos. Harganya cukup terjangkau karena toleransi yang tinggi sebagai sesama orang-orang yang mencari makan dalam keadaan yang sedang serbasulit. Mungkin bukan keadaan serbasulit, melainkan masyarakat kadung terbentuk dan terjebak dalam kondisi dimana mereka sengaja dibentuk  untuk memiliki rasa kepemilikian dan kebutuhan yang tinggi.

Toleransi kernet Metromini kepada seorang ibu tua yang kucel penampilannya bisa sering terjadi walaupun ongkos yang diulungkan oleh si ibu tidak atau bahkan jauh dari batas standar ongkos minimum. “Jauh-dekat 4 ribu” begitu biasanya ditulis dalam selembar kertas HVS yang ditempel di kerangka dekat jendela. Kebaikan angkutan umum ini juga adalah kernet bus yang bisa merangkap sebagai pak ogah atau pengurai kemacetan jalanan ketika ditemukan kemacetan di hadapan busnya. Tujuannya memang agar busnya lancar berjalan, namun niat dan tujuannya itu kan juga berdampak pada kendaraan lainnya juga kan?

Kemudian kita dihadapkan pada fakta-fakta yang lain mengenai metromini dan kopaja yang berseliweran di Jakarta dengan tagline fast n serious. Bak Vin Diesel dan Paul Walker, antara Kopaja dan Metromini yang sejurusan seringkali berbalap-balapan demi mendapatkan spot ngetem terstrategis.

Berhenti sembarangan, balap-balapan sembarangan, memotong jalur sembarangan, tembak supir sembarangan, menaik dan menurunkan penumpang sembarangan, semuanya mungkin juga berlaku sekian lamanya akibat dari toleransi-toleransi yang berlaku di masyarakat kita. Hingga kita merasa keburukan kita patut mendapatkan permaafan-permaafan sebagai toleransi. Namun jika keburukan ini dijalankan dengan sistematis tanpa urgensi kepepet yang memang sudah di penghujung usaha, maka jangan lagi salahkan testimony-testimoni negatif yang akhirnya muncul dari konsumen.

Bentuk rasa sayang paling manis adalah dengan menegur untuk memperbaiki. Agar menjadikannya lebih baik, metromini dan kopaja perlu memperbaiki manajemen internalnya untuk meningkatkan kualitas pelayananan. Dengan perbaikan internal, otomatis tidak akan ada intervensi dari pihak luar. Metromini dan kopaja kini tengah terjepit masyarakat yang sedang kasmaran pada era digital dan modernisasi beraroma pembangunan. Layanan transportasi yang berbasis aplikasi digital serta bus-bus yang menggunakan uang elektronik. Ngomong-ngomong tentang uang elektronik, saya jadi teringat senyum orang itu ketika kami baru saja mentap kartu transjakarta. Ia bilang, pada masanya nanti, uang tidak akan ada lagi karena uang sudah diganti dengan digital. Tidak terlihat seperti sekarang.

Metromini dan Kopaja adalah salah astu kendaraan umum selain angkot dan ojek yang nantinya akan saya ceritakan kepada anak dan cucu. Barangkali pada masa mereka nanti, tidak ada lagi alat transportasi seperti itu dan mereka hanya mendengar cerita-cerita saya sebagai sebongkah pengetahuan dan pengalaman masa lalu. Sebagai salah satu sarana terbaik untuk saya saat itu membaca apa-apa saja yang terjadi dan ada dalam masyarakat tanpa kendaraan pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar