Jangan pernah anggap sesuatu kosong seperti wadah ketika
orang dari menara gading turun ke tanah. Boleh jadi telah ada peluh usaha dan
guratan antusiasme serta ide namun tidak pernah menemukan jaring sebelumnya.
Lao Tse pernah berkata:
Berjalan bersama rakyat.
Belajar dari mereka.
Hidup bersama mereka.
Mencintai mereka.
Mulai dengan apa yang mereka tahu.
Bangun dari apa yang mereka punya.
Namun pemimpin terbaik adalah ketika kerja selesai, saat
tugas terlaksana, rakyatnya berkata
“kamilah yang mengerjakan semuanya.”
Antusiasme
kaum ibu menyambut baik pelatihan hidroponik yang diselenggarakan Semai DD dan
Variabel Bebas serta SPKP pada siang itu. Peserta yang terdiri dari remaja
masjid dan majelis taklim tidak membuat perbedaan semangat yang berarti
meskipun memang ada hitungan yang lumayan pada rentang usia. Semangatnya sama
terdengar dari pekik tagline yang dikodifikasikan oleh pewara.
Hari
itu peserta mendapatkan beberapa catatan yaitu mengenai perubahan iklim yang
terjadi dan bagaiman urban farming memainkan peranan untuk menyambutnya secara
baik. Perubahan iklim yang terjadi merupakan suatu tantangan terutama untuk
masyarakat pesisir yang sungguh kaya potensi alamnya karena berkah yang luar
biasa dari laut. Saya percaya segala hal berpilin dalam keseimbangan. Rahmat
yang luar biasa dari hasil laut berbanding lurus dengan kesensitifitasan akan perubahan
yang terjadi padanya. Maka, ketika alam mulai berbicara dengan bahasa yang
tidak semua manusia menangkap maknanya, kawasan pesisir dipaksa untuk mampu
membaca kode yang dikirim alam mengenai perubahan dan kemudian menyiapkan
sebaik mungkin sebagai bentuk reaksi atas komunikasi tersebut. Kerjasama yang
baik antara komunikan dengan mitranya ini saya sebut sebagai harmoni.
Proses
pembacaan kode tersebut mulai dapat diterjemahkan secara baik oleh penduduk
pulau pramuka dan kaum muda pulau panggang. Seiring dengan terdekapnya
pengetahuan dan pemahaman, maka ada kewajiban lain yaitu bereaksi atas
pengetahuan tersebut entah berupa aksi sekecil apapun di mata manusia lainnya.
Maka, setelah mendapatkan beberapa lembar informasi dari Ibu Mahariah mengenai potensi
urban farming di kawasan pesisir, peserta diajak untuk praktik membuat cairan
nutrisi dan membuat pot hidroponik dengan sistem yang paling sederhana yaitu
sistem sumbu atau wick
Keteduhan
hutan pulau pramuka menaungi aktivitas pelatihan membawa maksud tersendiri
bahwa ternyata bersama alam, kita mendapatkan keteduhan karena dedaunan dan
kanopi menyediakan diri mereka untuk menjadi payung untuk manusia – manusia yang beraktivitas di bawahnya. Akar pohon membuat
biopori yang berfungsi sebagai resapan alami yang kemudian menjadi cadangan air
ketika musim kemarau tiba dan penadah ketika hujan turun. Hidroponik sangat
erat kaitannya dengan air diambil dari kata hydro yang artinya cairan. Maka, konsep urban farming hidroponik
ini menggunakan air sebagai bahan baku utama yaitu sebagai pupuk. Sebuah pulau
sebenarnya sangat bisa untuk tidak pernah kekurangan air. Cahaya matahari yang
melimpah bak kompor yang senantiasa takkan pernah padam bagi dapur stomata. Air
laut menjalani proses pencahayaan terus menerus dari matahari sehingga upanya
naik untuk kemudian bisa turun menjadi hujan. Maka, hidroponik di kawasan
pesisir cukup potensial keberadaan dan kelanggengannya asalkan mampu
memanfaatkan potensi yang ada dan melimpah di sekitarnya.
Peserta
dibawa untuk ke suatu titilk pengetahuan bahwa ternyata tantangan hidroponik di
kawasan pesisir adalah air baku. Karena berdasarkan temuan dari hasil praktik
menggunakan TDS (Total Dissolve Solid) & EC (Electricity Conductivity) meter, sumur dan air tanah dari beragam lokasi rumah warga
adalah berbeda – beda kadar ppm (part per million) nya. Dapat disimpulkan bahwa air sumur tidak
direkomendasikan untuk menjadi bahan baku pencampuran untuk cairan nutrisi. Dan
kemudian ditemukan bahwa bahan baku yang baik adalah dari hasil tadah hujan,
tadah AC, atau air hasil penyulingan. Dengan ini, peserta akhrinya mau untuk
memulai melakukan water harvesting
meskipun dengan konsep yang paling sederhana sekalipun.
Pelatihan
kemudian diakhiri dengan kepulangan masing – masing peserta dengan satu wadah hidroponik sistem wick dengan beberapa bibit kangkung sebagai stok percobaan.
Perempuan dan kelantangan.
Tak
perlu kajian mendalam terkait feminisme untuk menemukan formula tercanggih atas
posisi perempuan di mata penghuni muka bumi. Laut sebagai ibu dari bumi
tampaknya mengakar dan kemudian tercermin betul dari kepribadian kaum perempuan
(terutama Ibu) di pulau pramuka. To the point, ayom, tegas, berpadu juga dengan kelembutan khas ibu.
Menyambangi
dua ketua RT yang semuanya adalah seorang wanita dan ibu rumah tangga. Jika di
tempat saya tinggal biasanya kaum permpuan tidak memainkan perannya nyaris sama
sekali dalam pengambilan keputusan warga atau rembuk bersama, maka di sini
punya cerita lain. Pogram Fumah Hijau diinisiasi oleh satu keluarga namun
koordinasi pusat berada di tangan para ibu.
Sebagai
madrasah pertama sekaligus guru perawat di keluarga, ibu rumah tangga memiliki
semangat yang membara untuk merealisasikan program rumah hijau di rumah mereka.
Hasil diskusi dan evaluasi adalah sebagian sudah mulai memulai program rumah
hijau yang melesakkan poin pembuatan Lubang Resapan Biopori, pemilahan dan
penabungan sampah anorganik, panen air hujan, dan pekarangan yang produktif
sebagai budaya. Gerakan budaya dari akar rumput sangat bergantung dari
keistiqomahan atau kekonsistenan pelakunya dalam berfokus. Maka, variabel bebas
dalam hal ini sama sekali bukan kompor apalagi bara bagi hidupnya gerakan
budaya "harmoni mendengar-didengar" ini, variabel bebas adalah angin
yang coba untuk menjaga nyala semangat masyarakat pulau pramuka.
/kit/