Minggu, 26 Juli 2015

Ternyata Kita


Maaf untuk semak bambu jepang yang tempo waktu mesti tercerabut sampai ke akar hingga tak berbekas sama sekali. Saya belum bisa jadi politikus.

Saya berjanji dengan seseorang untuk bertemu di bawah pohon karsen atau ceri (biasa disebut) beberapa hari ang lalu. Tepat pukul 09.30 saya berjalan membawa helm bergegas menuju bawah pohon yang dimaksud. Sudah tergambar di benak bahwa kawan saya itu menunggu dengan cukup aman dan nyaman karena si pohon berfungsi sebagai peneduh alami kala itu. Dan ternyata justru barisan beton yang saya tangkap sejauh saya memandang setelah belokan perempatan. Tidak ada lagi trotoar atau semak. Apalagi pohon ceri sebagai tempat yang disepakati berfungsi sebagai titik temu.

Kemudian kawan saya itu bilang "Salah ya kita patokannya pohon. Karena yang namanya pembangungan selalu memakan alam sebagai korban, terutama tumbuhan". Saya mengangguk nyengir sambil mencatat di catatan ini.

Di lain waktu, musang besar yang tertangkap pada malam itu ditemukan tewas di pagi harinya ketika bapak penjaga kebun membuka ikatan dalam karung. Entah sebabnya apa yang mengakibatkan si musang menghembuskan nafasnya yang terakhir tanpa ada yang mengetahui. Ternyata kematian datang bersama sepi diwaktu senyap malam harinya. Si bapak mengaku sudah membuat lubang agar si musang bisa bernapas. Ternyata yang luput dari perhatian adalah si bapak mengikat karung berisi musang tepat di
bawah pohon mangga. Dugaan sementara adalah musang yang tertangkap akhirnya tewas karena kehabisan napas lantaran kurang oksigen dan sulit begerak. Apakah lantas bisa dikatakan bahwa pohon mangga adalah pembunuh?

Ini adalah pentingnya peran manusia sebagai makhluk yang dipercaya sebagai pemimpin dari seluruh makhluk di bumi. Karunia Allah kepada Nabi Adam a.s berupa akal untuk memperoleh pengetahuan adalah agar interaksi antar-makhluk bersinergi dengan baik.

Kedua kasus di atas adalah gambaran bagaimana terjadinya kontak fisik perlakuan dari manusia kepada alam. Seolah alam tercipta untuk manusia. Bagi muslim mestinya sudah paham
bahwa

Al hasyr: "apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah Yang Maha Perkasa Maha Bijaksana."

Al hadiid: "Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."

As shoff: "apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah Yang Maha Perkasa
Maha Bijaksana."

At Tagaabun: "apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah; milik-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya (pula) segala
puji; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu."

Semesta bertasbih.

Sabtu, 25 Juli 2015

Surga. Kado. Terminal.

Surga Yang Tak Dirindukan


Sudahkah anda menyaksikan film ini? Kemarin saya berkesempatan untuk menyaksikan film ini secara gratis. Alhamdulillah..

Jika belum, izinkan saya mengulas poin - poin yang saya catat dari hasil menonton film ini.
Kisah ini dari sudut pandang perempuan. Penggambaran rasa sakitnya begitu terenyuh. Maka tidak heran jika perempuan yang menyaksikan akan menitikkan air matanya. Perempuan sederhana yang begitu menghayati kehidupan rumah tangganya mesti menghadapi situasi yang menantang ia untuk berikhlas berpasrah dan percaya kepada suaminya yang memiliki hati baik dan ingin merengkuh segala kesusahan orang lain dengan kedua tangannya sendiri namun dengan pengambilan keputusan yang tidak bijaksana kala itu. Atas nama pertolongan, maka sang suami menikahi secara mendadak dan tiba - tiba perempuan yang asing demi menyelamatkan nasib bayi yang nyaris saja bernasib sama dengan dirinya. Ia merasa begitu dekat dengan si bayi melalui ikatan bayangan masa lalu. Disamping perihal menyelamatkan bayi, sang suami ini juga bermaksud mengenalkan ibu dari si bayi tentang Allah. Jadilah, ia menjadi seorang imam untuk makmum yang baru. Ia menjadi seperti jembatan perantara pengenalan seorang perempuan yang terrundung hatinya sekian lama dengan Allah. Mulanya satu, keinginan besar si pemeran utama laki - laki sebagai penolong bagi yang lemah.

Hikmah pelajaran yang baru mampu saya tangkap adalah, hal baik mesti dilakukan dengan cara yang baik. Kalau caranya salah, bisa jadi ada pelanggaran kesepakatan yang terlanggar hingga menyisakan rasa sakit bagi pihak yang bersepakat. Hal baik yang dihiasi kebohongan apalagi lebih dari satu kali (karena memang itu konsekuensi dari menyembunyikan aroma busuk), akan menimbulkan rasa ketergantungan untuk berbohong dan keruwetan yang menyambar ke hal - hal lainnya. Dalam film Rayya pernah dikatakan bahwa berbohong itu ada seninya dan ilmu serta latihannya. Dan Buya Hamka pernah menyatakan syarat - syarat sebelum melakukan kebohongan: mesti seseorang yang berani, kreatif mengarang, dan tidak pelupa. Jika tidak pintar, konsekuensinya adalah rasa malu dan masalah yang datang justru berkali lipatnya. Apalagi berbohong untuk keselamatan fana diri sendiri. Toh rasa malu nantinya akan tetap datang karena tak ada kebohongan yang tak terungkap. Tinggal perkara Sang Waktu saja kapan akan membuka terpalnya dan keturunan berapa yang mesti menanggung konsekuensi dari rasa malu tersebut.

Dalam film ini rasa sakit yang tergambarkan seolah sangat jelas sebagai konsekuensi tindakan spontan bermaksud baik. Meskipun sebenarnya rasa sakit bisa jadi adalah cara Allah untuk menaikkan derajat keimanan seorang manusia agar dari insan menjadi mukhlisin. Agar juga manusia begitu dekat dengannya dalam khusyuk berwudhu hingga bersujud dalam shalat. Sujud yang dalam seperti mengadu ke haribaan Ibu.

Beberapa pasangan yang sedang dirundung kasmaran sering berjanji untuk selalu ada. Padahal sering lupa, tangan pertolongan terbaik bukan dari tangan kita, melainkan dari tangan Allah. Jadi bukan dengan menjanjikan bahwa diri akan selalu ada tanpa 'in syaa Allah', karena tameng terbaik adalah pembekalan diri, bukan niat atau usaha orang lain untuk selalu ada untuk orang2 yang disayangi. Bagaimanpun inginnya untuk selalu mendampingi.

Bagaimanapun rasa sayang ibu kepadamu, jasadi ibu tidak akan pernah selalu ada didekatmu sepanjang hayat misal ketika kau di metromini, kereta, jalan sepi, bersakit lelah dirundung su'udhon, atau kala merasakan pengkhianatan. Tapi ibu hadir dalam ingatan akan pesannya bahwa bawalah Allah kemanapun hati pikiran dan perbuatanmu melangkah. Kala bahaya, tangguhlah dalam membela harga dan kemuliaan diri, berbuat adillah, yang terpenting: berdzikirlah.

Ihsan. Jika diri selalu ingat bahwa Al Khaliq ada dimana - mana, maka tiada yang lain selain-Nya. Syahadatnya diulang. Diperbaharui lewat sujud - sujud dalam shalat.

Seorang perempuan yang kuyu hidupnya karena sekian lama su'udhon dan tanpa cahaya mengenal-Nya, begitu tersentuh ketika mendapat sedikit cahaya dari seorang laki - laki baik penolongnya, bisa jadi akan ia rengkuh erat bagaikan berhala baru. Hingga ia bisa tahu dan paham satu hal bahwa rasa kehilangan hanya ada jika kita merasa memiliki. Karena padahal, semua hal hanyalah titipan dari-Nya. Jadi, manakah yang kekal?

Akhir dari cerita cukup baik bahwa ujungnya adalah perihal perolehan dan latihan untuk ikhlas dan pengendalian rasa cinta selain kepada-Nya.

Senin, 20 Juli 2015

Ephemera

Hanya jika waktu bersedia membeku untukku, akan kukatakan dengan pelan, jelas, dan halus hal yang selama ini terbalut diam atau senyum simpul yang sebenarnya ingin sekali disampaikan kepada Anda. Semacam mantra harapan dan pengungkapan.

Namun bagaimana? Aku seperti semacam malu sekaligus ragu setiap kali menyusun rangkaian kata untuk mewakili apa yang dipikirkan. Maka, susunan keberanian yang kucicil tidak jarang akan roboh dan ambruk sebelum selesai terbangun. Aku memang nyaris selalu terlambat. Termasuk dalam pengungkapan.

Padahal...

nyatakan atau tahan perkataan.

Mestinya memang dua pilihan itu saja. Maka, sesungguhnya waktu yang tak mungkin membeku (apalagi hanya untuk dan karenaku) hanya akan terwujud lewat: doa.

Segala harapan, ungkapan perasaan, dan segala untaian kritik akan pertama sekali kucurahkan di atas bukaan kedua telapak tangan. Kepada-Mu.

Indah yang singkat. Jangka waktunya tergantung aku, (atas izin-Nya).

Kamis, 09 Juli 2015

Angin untuk Bara







Jangan pernah anggap sesuatu kosong seperti wadah ketika orang dari menara gading turun ke tanah. Boleh jadi telah ada peluh usaha dan guratan antusiasme serta ide namun tidak pernah menemukan jaring sebelumnya. Lao Tse pernah berkata:

Berjalan bersama rakyat.
Belajar dari mereka.
Hidup bersama mereka.
Mencintai mereka.
Mulai dengan apa yang mereka tahu.
Bangun dari apa yang mereka punya.
Namun pemimpin terbaik adalah ketika kerja selesai, saat tugas terlaksana, rakyatnya berkata
kamilah yang mengerjakan semuanya.





Antusiasme kaum ibu menyambut baik pelatihan hidroponik yang diselenggarakan Semai DD dan Variabel Bebas serta SPKP pada siang itu. Peserta yang terdiri dari remaja masjid dan majelis taklim tidak membuat perbedaan semangat yang berarti meskipun memang ada hitungan yang lumayan pada rentang usia. Semangatnya sama terdengar dari pekik tagline yang dikodifikasikan oleh pewara.

Hari itu peserta mendapatkan beberapa catatan yaitu mengenai perubahan iklim yang terjadi dan bagaiman urban farming memainkan peranan untuk menyambutnya secara baik. Perubahan iklim yang terjadi merupakan suatu tantangan terutama untuk masyarakat pesisir yang sungguh kaya potensi alamnya karena berkah yang luar biasa dari laut. Saya percaya segala hal berpilin dalam keseimbangan. Rahmat yang luar biasa dari hasil laut berbanding lurus dengan kesensitifitasan akan perubahan yang terjadi padanya. Maka, ketika alam mulai berbicara dengan bahasa yang tidak semua manusia menangkap maknanya, kawasan pesisir dipaksa untuk mampu membaca kode yang dikirim alam mengenai perubahan dan kemudian menyiapkan sebaik mungkin sebagai bentuk reaksi atas komunikasi tersebut. Kerjasama yang baik antara komunikan dengan mitranya ini saya sebut sebagai harmoni.

Proses pembacaan kode tersebut mulai dapat diterjemahkan secara baik oleh penduduk pulau pramuka dan kaum muda pulau panggang. Seiring dengan terdekapnya pengetahuan dan pemahaman, maka ada kewajiban lain yaitu bereaksi atas pengetahuan tersebut entah berupa aksi sekecil apapun di mata manusia lainnya. Maka, setelah mendapatkan beberapa lembar informasi dari Ibu Mahariah mengenai potensi urban farming di kawasan pesisir, peserta diajak untuk praktik membuat cairan nutrisi dan membuat pot hidroponik dengan sistem yang paling sederhana yaitu sistem sumbu atau wick

Keteduhan hutan pulau pramuka menaungi aktivitas pelatihan membawa maksud tersendiri bahwa ternyata bersama alam, kita mendapatkan keteduhan karena dedaunan dan kanopi menyediakan diri mereka untuk menjadi payung untuk manusia manusia yang beraktivitas di bawahnya. Akar pohon membuat biopori yang berfungsi sebagai resapan alami yang kemudian menjadi cadangan air ketika musim kemarau tiba dan penadah ketika hujan turun. Hidroponik sangat erat kaitannya dengan air diambil dari kata hydro yang artinya cairan. Maka, konsep urban farming hidroponik ini menggunakan air sebagai bahan baku utama yaitu sebagai pupuk. Sebuah pulau sebenarnya sangat bisa untuk tidak pernah kekurangan air. Cahaya matahari yang melimpah bak kompor yang senantiasa takkan pernah padam bagi dapur stomata. Air laut menjalani proses pencahayaan terus menerus dari matahari sehingga upanya naik untuk kemudian bisa turun menjadi hujan. Maka, hidroponik di kawasan pesisir cukup potensial keberadaan dan kelanggengannya asalkan mampu memanfaatkan potensi yang ada dan melimpah di sekitarnya.

Peserta dibawa untuk ke suatu titilk pengetahuan bahwa ternyata tantangan hidroponik di kawasan pesisir adalah air baku. Karena berdasarkan temuan dari hasil praktik menggunakan TDS (Total Dissolve Solid) & EC (Electricity Conductivity) meter, sumur dan air tanah dari beragam lokasi rumah warga adalah berbeda beda kadar ppm (part per million) nya. Dapat disimpulkan bahwa air sumur tidak direkomendasikan untuk menjadi bahan baku pencampuran untuk cairan nutrisi. Dan kemudian ditemukan bahwa bahan baku yang baik adalah dari hasil tadah hujan, tadah AC, atau air hasil penyulingan. Dengan ini, peserta akhrinya mau untuk memulai melakukan water harvesting meskipun dengan konsep yang paling sederhana sekalipun.

Pelatihan kemudian diakhiri dengan kepulangan masing masing peserta dengan satu wadah hidroponik sistem wick dengan beberapa bibit kangkung sebagai stok percobaan.

Perempuan dan kelantangan.
Tak perlu kajian mendalam terkait feminisme untuk menemukan formula tercanggih atas posisi perempuan di mata penghuni muka bumi. Laut sebagai ibu dari bumi tampaknya mengakar dan kemudian tercermin betul dari kepribadian kaum perempuan (terutama  Ibu) di pulau pramuka. To the point, ayom, tegas, berpadu juga dengan kelembutan khas ibu.

Menyambangi dua ketua RT yang semuanya adalah seorang wanita dan ibu rumah tangga. Jika di tempat saya tinggal biasanya kaum permpuan tidak memainkan perannya nyaris sama sekali dalam pengambilan keputusan warga atau rembuk bersama, maka di sini punya cerita lain. Pogram Fumah Hijau diinisiasi oleh satu keluarga namun koordinasi pusat berada di tangan para ibu.

Sebagai madrasah pertama sekaligus guru perawat di keluarga, ibu rumah tangga memiliki semangat yang membara untuk merealisasikan program rumah hijau di rumah mereka. Hasil diskusi dan evaluasi adalah sebagian sudah mulai memulai program rumah hijau yang melesakkan poin pembuatan Lubang Resapan Biopori, pemilahan dan penabungan sampah anorganik, panen air hujan, dan pekarangan yang produktif sebagai budaya. Gerakan budaya dari akar rumput sangat bergantung dari keistiqomahan atau kekonsistenan pelakunya dalam berfokus. Maka, variabel bebas dalam hal ini sama sekali bukan kompor apalagi bara bagi hidupnya gerakan budaya "harmoni mendengar-didengar" ini, variabel bebas adalah angin yang coba untuk menjaga nyala semangat masyarakat pulau pramuka.

/kit/