Minggu, 01 Januari 2012

pensive dan menulis

Kenapa menulis?

Yah, kutempuh jalan baru ini. Bukan. Bukan jalannya yang baru. Aku lah pejalan kaki yang baru menjejaki tanah ini. Jalan ini telah ditempuh sejak lama..
Aku terbiasa menjadi penonton yang menyaksikan kisah Arai, Ikal,  Kinanthi, Kalek, Rasus, tertawa karena racikan Raditya Dika atau Andi Risaf Arrisandi, dan belajar dari mereka. Aku terkagum – kagum tenggelam dalam cerita, tapi tunggu, mengapa aku cukup puas sebagai penonton? Maka kucoba memulai untuk mulai menjadi Andrea Hirata dengan langkah sederhana, Blogging.
Cukup aku terlalu kagum pada kisah orang lain, saatnya menceritakan kisahku sendiri..

Ibrahim Shawni
"Telah kusaksikan orang - orang beriman yang berwudhu dengan darah mereka sendiri, sementara air wudhuku cuma sebatas tinta."

Dan lagi, terngiang bu Helvy Tiana Rosa yang menyebutkan. Mengapa Kartini begitu di kenang? Apa yang telah ia tinggalkan? Sehingga layak mendapat ruang waktu khusus untuk perempuan Indonesia merenung setiap tanggal 21 April. Ia tak lebih berjasa disbanding para pejuang wanita lain pada zamannya. Lalu? Apa? Jawabannya adalah.. Kartini dikenang hingga kini dan rasa nya dia masih mengabadi dengan sendirinya, bertolak dari sifat mutlak lahiriahnya, adalah karena, ia menulis. Ya, penulis tersohor Asma Nadia pun mengatakan, dengan menulis, aku abadi.
Jadi teringat saat aku membaca Harry Potter, adegan saat Dumbledor memasukkan satu helai rambutnya untuk kemudian di jatuhkan ke dalam baskom berisi air. Amazing, ternyata itu adalah memori Dumbledor sendiri. Jadi, seperti mampu melihat adegan – adegan yang telah lalu dengan sudut pandang kita sendiri. Aku berfikir, aku sepertinya membutuhkan Pensive! Kenapa? Karena aku adalah seseorang yang mudah lupa. Apapun adegan yang telah kulalui (beberapa hal masih ingat). Dan, kusadari, pensive itu sendiri adalah tulisan! Ya! Dengan menulis, aku mampu mendapatkan pensive ku sendiri. Merekam semua jejak kehidupanku.
Saat aku menghadiri seminar Ayam Kari dari FBS, aku merekam betul salah satu kalimat yang dikeluarkan oleh salah satu pembicaranya. “Catat semua ide di kepala anda, karena otak manusia tak akan mampu mengingat setiap detail ide yang muncul begitu saja di kepala”. Ya, dia betul, sedangkan ide brilian itu mampu muncul kapan saja, dan mudah terlupakan tentu saja. Jadi, mulai kini aku bertekad untuk mencatat semua hal yang muncul dalam kepalaku. Tanpa penundaan! Ya, segalanya akan berjalan selemah siput dan bola salju yang menggelinding bila mengalami penundaan.
Kucoba ranah ini, hingga menjadi pecandu aksara seperti Rumi, seheroik Soe Hok Gie, Anne Frank, Kartini, selugas Shawni.