Senin, 30 Juni 2014

Shaff terdepan

Bismillah...

Shaff terdepan adalah panutan. Makmum adalah masyarakat, imam adalah pemimpinnya. Maka shaff depan senantiasa adalah teladan bagi shaff belakangnya. Shaff depan adalah siapa saja yang lebih dulu mau dan tergugah hatinya untuk menempati posisi tersebut dan memperoleh keberkahan - keberkahan.

Saya ada sedikit pengalaman soal keprotokoleran tepat satu tahun yang lalu. Protokol adalah penyambutan tamu - tamu. Awalnya saya pikir segala peraturan yang ada hanyalah untuk kesopanan saja sebagai tuan rumah. Ternyata tidak. Dengan peraturan yang memiliki undang - undang, keprotokoleran menjadi penting dalam hubungan politik antar negara. Salah satu yang menjadi tata pengaturan dalam keprotokoleran tamu negara adalah posisi masing - masing delegasi selama suatu acara berlangsung.

Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar tamu tamu negara  menempati posisi pada tempatnya. Tempat yang paling terhormat adalah untuk mereka yang terlebih dahulu atau paling lama dalam sejarah menyerahkan credential letter kenegaraan.
Akan berbeda lagi jika perwakilan atau CDA (charge d'affair) tidak memiliki pasangan (spouse). Jadi, ada atau tidaknya pendamping, akan mempengaruhi pengaturan tempat duduk. Itu padahal baru membahas masalah teknis. Belum soal kerjasama antar negara. Yang ingin saya tekankan adalah bagaimana suatu kehormatan dan kepercayaan antar negara kemudian mempengaruhi letak tempat duduk. Bak percaturan dan peperangan.

Yang mengagetkan adalah, pada shalat besar (fardhu kifayah), shaff pun diatur oleh keprotokoleran. Entah bagaimana pembahasan tentang hal tersebut dalam fiqih shalat. Apakah kehormatan seseorang di dunia juga mesti disamakan dengan kehormatan versi manusia bahkan dalam urusan hendak menghadap Tuhannya ketika shalat?

Lain lagi shaff terdepan dimata saya.
Mengapa trdpt keutamaan2 dlm shaff terdepan? karena
Pertama, orang2 yg mnempati posisi depan ini adalah teladan bagi shaff dibelakangnya. Dan keistiqomahan shaff depan menjadi tanggungan shaff smpai belakang karena bila tempat didepan kosong, akan mempengaruhi perpindahan hingga belakang...

Ketika iqamah berkumandang, tentu sangat merepotkan bukan jika terjadi penataan dan perpindahan secara masif hingga ke ujung shaff paling akhir?
Itulah mengapa pemahaman fiqih dan adab terutama untuk perintah wajib adalah wajib pula untuk kita ketahui dan pahami.

Perkara kehormatan dan tempat atau posisi rasanya sangat menghantui saya di saat bulan Ramadhan. Yaitu ketika banyak sekali ditemukan anak - anak menempati posisi terdepan. Mereka akan sangat menenangkan bila menjadi contoh teladan anak lainnya bahwa shaff terdepan menyimpan banyak kemuliaan. Namun, sungguh sangat mengganggu makna dan esensi shaff depan bagi barisan umat. Anak yang belum baligh, belum bisa dikatakan berilmu, maka sama saja dengan hukum bila seorang gila shalat yaitu tidak wajib.

Ternyata saya menemukan dalilnya untuk perkara anak kecil di shaff terdepan, yaitu

"Hendaklah orang yang di belakangku orang yang paling berilmu dan yang paling pandai di antara kalian" HR Muslim, 432 dari Abdullah bin Mas'ud
(Dikutip dari Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Halal dan haram dalam islam.)

Jelas bahwa ilmu dan kepandaian adalah yang utama dalam menempati shaff terdepan. Dan juga pastilah orang berilmu yang mengetahui banyak sekali manfaat dan keutamaan menempati posisi tersebut. Ilmu yang sesungguhnya bukanlah gelar - gelar serta prestasi melimpah dalam cabang ilmu dunia seperti saat ini. Ilmu yang dikatakan cahaya terutama adalah ketika seseorang mengkaji ilmu dalam qur'an, hadits, adab dan fiqih. Sehingga dalam beribadah, seseorang tersebut paham hendak menempatkan sesuatu dalam porsi yang baik dan benar. Tepat.

Tapi bukan berarti kemudian usia mempengaruhi kehormatan seseorang dalam beribadah shalat sesuai shaff. Karena sungguh kembali ke ilmu

"Barangsiapa  mendahului menuju sebuah mata air yang belum di dahului seorang muslim pun, maka ia lebih berhak terhadapnya" HR Abu Dawud, 3071 dari Asmar bin Mi'ras. Ahmad, 21868 dari Tsauban

Ada hal - hal yang harus diseimbangkan antara malu dengan rendah diri atau percaya diri dengan ke ge-eran. Jika seseorang mengklaim dirinyalah yang lebih berhak dari yang lainnya atas suatu posisi (secara berlebihan), ia telah kehilangan hak tersebut karena kesadarannya. Dan juga sebaliknya, jika malu dalam mengerjakan kebaikan, berarto dia telah memberi kesempatan pada anak kecil yang kurang ilmu menempati posisi shaff depan. Sehingga dalam melaksanakan shalat berjamaah, bukan hanya shaff di belakang anak kecil tersebur yang terganggu, melainkan juga seluruh jamaah yang mendengar gangguan atau menangkap gangguan secara visual.

Rapatkan barisan, sehingga instruksi dari komunikasi aba - aba imam terhantarkan ke seluruh jamaah dengan baik. Tidak ada lagi miskomunikasi.

Keprotokoleran cukup terjadi pada sistem pemerintahan. Jangan sampai berlaku di masjid - masjid. Kembalikan penyatuan ilmu dengan adab.

Minggu, 08 Juni 2014

kuat-lembut


Bismillah..
Dalam sebuah cerita, ada masa dimana sang aktor menelungkupkan tangan pada wajahnya. Itu bias jadi adalah pengucapan untuk penyesalan atau syukur.
Baru saja kusaksikan, seseorang yang menulis benar – benar dengan hatinya. Ada juga yang beraksi dengan niatannya. Hatinya teguh karena yang dia kenal hanyalah keberanian menyampaikan kebenaran dan keteguhan. Orang – orang yang begini, kusarankan agar kau rajin – rajin mengamati mereka. Belajar dari mereka. Yang kusyukuri lebih jauh adalah mereka pantas menjadi imam. Tidak seperti seorang ikhwan yang meyakinkan saya berkali – kali untuk memegang suatu jabatan karena meyakini dirinya tak layak.
Justru, saya menyerang dia habis – habisan hanya lewat beberapa percakapan. Seharusnyalah laki – laki merenggut taring mereka yang hilang. Feminisme muncul karena mereka, sepatutnyalah dihilangkan oleh mereka jua. Jangan menjadi yang lemah. Jangan ragu menjadi imam.
Jika perempuan lebih tangguh dalam suatu kondisi, itu adalah atas izin-Nya sebagai pembuka mata dan pengetuk pintu hati bagi setiap laki – laki yang masih berada pada zona nyaman mereka. Kemudian jika jiwa perempuan tangguh ini mulai merasa lebih tangguh, perasaan itu bias muncul karena pembiaran dari laki – lakinya. Ragu – ragu dalam mengucap bacaan aba –aba gerakan shalat.
Porsi perempuan dalam sebuah pergerakan adalah pendamping. Ia duduk sempurna ketika berada disana. Karena yang memiliki tabiat ketegasan, penanaman, ada dalam sosok mudzakkir atau maskulin. Perempuan dengan segala perasaan kepekaan dan prasangkanya, baiknya tidak terlalu sering maju menjadi perisai. Ia paling baik dalam penjagaan formasi dan pemerhati koreografi inti gerakan.

Tulisan ini belum disempurnakan. Terinspirasi dari sebuah blog seorang calon imam yang tulisannya mempesona dan juga penggalan – penggalan kenangan yang masih disimpan tentang imam yang baik yang pernah memimpin (takbir tegas dan keras).

Kamar ibu, 2.05 pm (sedang dikejar deadline bab4)