Senin, 29 Februari 2016

(spasi) Titik Tiga Kali







Ada suatu strategi yang mungkin aneh. Tapi saya menyebutnya seperti bermain layang-layang. Tarik ulur.

Tidak mengizinkan untuk tumpah ruah karena mengharap tumpah ruahnya bisa dicicil hingga awet untuk dapat selalu diingat dalam doa. Hal yang mungkin akan saya ingat selama tiga bulan di sana adalah perbaikan tata bahasa tulis. Titik tiga kali. Berbulan-bulan sebelumnya memang tanda baca ini menempati ruang penasaran yang khusus di kepala.

Ia adalah suatu tanda khusus yang melambangkan intonasi bagi seseorang. Sebuah poin penting yang membuat bahasa tulis menjelma menjadi seolah-olah bahasa lisan ketika dibaca. Sebagaimana diketahui bahwa intonasi kemudian merepresentasikan manner atau cara dan maksud pesan yang disampaikan.

Sebaliknya, transkriptor yang mengubah bahasa lisan menjadi bahasa tulisan memaknai titik tiga kali bukan sebagai intonasi. Titik tiga kali dalam kesepakatan bersama yang kemudian dipatenkan menjadi standar yang mesti diikuti bersama, adalah sebuah tanda jeda yang bukan koma. Jeda yang mewakili pengulangan berpikir ketika kata terucap atau kadung terserimpet. Titik tiga penting adanya. Karena diam sejenak bukannya tanpa makna.

The best hello is farewell. Agar ketika berpisah, emosi yang tumpah dalam kadar yang wajar jadi terjaga kestabilannya untuk kedepannya. Bukan karena tak berarti apa-apa. Justru sikap tersebut bisa jadi merupakan perwujudan benteng dari anti melankolis yang hanya muncul pada diri orang melankolis namun tidak berani.

"Don't it always seems to go, that you don't know what you've got till it's gone."

Saudara-saudara baru yang memberikan pengalaman-pengalaman baru. Bukan tanpa alasan Allah mempertemukan insan-insan di muka bumi yang sempat menjadi pemisah bertahun-tahun bagi Nabi Adam a.s dan Hawa dalam pencarian yang sama. Sebagaimana pertemuan, perpisahan pun sama dengan jodoh. Bukan tanpa makna, bukan minus hikmah, setiap memori dan pembelajaran bermanfaat yang terbetik pasti akan dapat didapat hikmahnya. Kenangan terbaik adalah pembelajaran. Bukan yang kita minta, Allah swt memberikan apa yang kita butuhkan. Karena aku telah sempat bertemu denganmu (jamak), berarti demi berlanjutnya perjalanan kisahku ke depannya memang butuh untuk dimulainya jalinan silaturrahimku denganmu sebelumnya. Itu maksudnya jodoh.

Alhamdulillah. Bubarnya kami bertepatan dengan konsistennya hujan turun, dibubarkannya tempat prostitusi Kalijodo, dan divonis seumur hidupnya Ibu angkat almarhumah Angeline.
(ndak nyambung? ndak apa-apa).


 Rasulullah SAW bersabda; “Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah.” (HR. Tirmidzi) 


/kit

Kamis, 25 Februari 2016

Presipitasi


Tersenyumlah, atau gusar sekalian. 

Hanya ketika hujan turun.
Partikel air yang serentak turun menyapa bumi belahan tertentu memang biasanya memancing emosi-emosi yang kadarnya lebih dari biasa. Rasulullah pun menyapa hujan secara langsung karena hujan adalah ciptaan Allah yang segera menyapa seluruh penghuni bumi begitu ia tercipta. Fresh from the oven.

Segala macam doa yang berpilin naik menyambar rentetan partikel yang senantiasa turun bergandengan. Sebelum hingga akhirnya percik dapat kita rasai di kulit, partikel air menghadapi pintu-pintu rintangan tertentu untuk kemudian dapat ditentukan apakah diterjemahkan menjadi hujan atau akan lainnya. Sebelum partikel-partikel air menerjang turun, perlu adanya kerja sama antara awan, angin, dan atmosfer (suhu permukaan) suatu kawasan agar pada akhirnya kita menyebutnya hujan. Karena jika angin meniupkan awan ke tempat yang memiliki suhu panas, partikel air yang turun seketika akan buyar memecah ke segala arah untuk kemudian naik kembali menjadi uap, dan kita menamainya virga atau hujan yang batal.

Jika ada partikel air yang turun dari awan pun tidak lekas dapat disebut hujan. Kenapa? Karena jika ia turun sendirian, ia pasti dan tidak mungkin sebuah hujan. Hujan adalah partikel air yang akan bersama-sama dengan kawan-kawan lainnya menaati pola tertentu agar tunduk pada keteraturan. Hal yang dapat mengecohkan formasinya mungkin hanya angin. Itu pun hanya sebagai pengecoh arah, bukan pengecoh formasi dan kehadirannya hanya sebagai pelengkap, bukan hal yang pasti selalu ada ketika hujan turun.

Jika mendengar kata hujan, apa lagi yang langsung terpikirkan? Petrichorkah salah satunya?
Harum yang menyerupai aerosol akan dengan segera menyapa indera penciuman semua makhluk. Ia adalah sebuah akibat dari partikel air yang ketika menghujam tanah akan langsung menghasilkan gelembung-gelembung super kecil yang menghentak kemudian melayang ke udara mengikuti arah angin agar tersebar ke segala penjuru. Sesuatu yang membuat kita menyadari turunnya hujan meskipun kita berada jauh dari ruang terbuka. Bau tanah.


El Nino La Nina 
Ingatkah ketika musim panas lalu, hampir setiap berita televisi menyiarkan bahwa seluruh kota besar sedang dilanda krisis air bersih. Jual beli air terjadi dengan harga yang tinggi, masyarakat pegunungan bahkan mesti rela bergilir di setiap pekan untuk mendapatkan pasokan air dari pegunungan, masyarakat kepulauan menghadapi intrusi air laut yang membuat sumur-sumur asin dan tidak memungkinkannya tadah hujan dilakukan untuk menyirami pepohonan, bahkan, menghadapi kenyataan rusaknya membran pada alat Seawater reverse osmosis milik swasta yang menjadi andalan masyarakat dalam mendapatkan air bersih meski dengan membeli seharga tujuh ribu rupiah per galon kecilnya.

Indonesia tandus, tanah merahnya retak, pegunungannya bergilir mendapat air, sawah mesti rela gagal panen dan ikan-ikan mesti rela pula dipetik paksa jika hujan belum juga turun.

Lalu kemudian kita seperti belajar sukarnya air pada musim panas lalu. Musim hujan kali ini meskipun mengakibatkan munculnya genangan di beberapa tempat dan angin badai yang hadir lebih deras dari biasanya, keluhan tidak banyak dilontarkan. Namun, siapkah kita jika nanti roda berputar lagi dan musim panas hadir kembali?

Seiring dengan kecanggihan teknologi dan kemampuan manusia zaman ini yang menobatkan diri sebagai manusia modern untuk belajar cepat, mestinya juga diimbangi dengan kesiapan adaptasi atau masuk pada pola baru dari perubahan-perubahan yang ada.

Berkah
Dalam rangka bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan, populasi kita yang kian bertambah (dan disinyalir menjadi faktor penyebab dari segala problem yang baru-baru ini muncul, katanya) mestinya juga dibarengi dengan usaha memperbaiki dan menabung sumber daya serta energi. Hemat. Musim hujan tiba mestinya rumah-rumah kita telah siap dengan fasilitas sumur resapan atau penampungan di atap untuk dapat memanen air. Perbaikan water table (muka air tanah) juga dapat dilakukan dengan pembuatan Lubang Resapan Biopori sebagai teknologi tepat guna. Sehingga rahmat yang datang, benar-benar dapat kita rasai sebagai berkah yang berkepanjangan. Bukan hanya sesuatu yang kita rasai dan maknai ketika ia turun menyapa.
Bukan jumlah yang menjadi masalah, melainkan kemampuan kita menghadapi dan menyelesaikan problema yang ada dengan kecanggihan dan keunggulan manusia dari pada makhluk lainnya berupa akal. Bagaimana kemudian kita dapat mengakali masalah yang ada dengan memperbaiki perilaku hidup kita, dari yang kecil hingga yang besar.

Masih ada salju dan virga selain hujan sebagai output dari siklus hidrologi yang berjalan. Hanya saja, hujan merupakan barokah untuk kita yang dapat diambil hikmah atas kehadirannya. Sebuah biji akan menjadi bibit tanaman untuk kemudian menjadi pohon yang dapat kita petik manfaatnya secara berkelimpahan.

Jika kita lupa membawa payung atau jaket, jangan pernah kecewa dan menyalahkan hujan sebagai penyebab dari ketidaknyamanan yang menimpa. Ingat saja sebab dari adanya tanaman-tanaman yang ada di sekitar, dan berhujan-hujananlah sesekali. Menyewa jasa ojek payung juga tidak buruk. Siapa tahu memang Allah menakdirkan untuk dapat bersilaturahim dengan seseorang hanya jika hujan turun ketika itu. Dan lalu jika ada banyak waktu luang,  kita bisa memperhatikan pekerjaan apa saja yang hanya muncul justru ketika hujan turun. Seperti seorang bapak yang berjalan santai dengan gerobaknya yang dipenuhi jas-jas hujan dagangan. Barangkali ada sebersit syukur dan takjub.

Jikapun ia rela turun, ia kan turun bukan karena ingin kita. Namun, karena memang Allah menghendaki untuk itu. Ia, yang dengan kehadirannya dapat membawa gumam-gumaman dalam bathin meski hanya sepintas.


/kit

Senin, 22 Februari 2016

Retak dan Rekat

Retak dan rekatnya tergantung pada pengguna dan pendengarnya. Karena komunikasi merupakan tali yang digenggam oleh dua arah. Jika hanya satu yang memegang talinya, itu disebut penyampaian informasi.

Untuk hal yang paling 'remeh' karena dapat saja dikeluarkan meskipun tanpa indera. Kata akan terungkapkan dengan atau tanpa perantara. Sebagaimana maksud yang akan tersampaikan bahkan tanpa dimaksudkan untuk disampaikan.

Bagaimana sebenarnya kita memaknai silaturahim? Sebuah tali transparan yang menghubungkan jiwa kita dalam berselaraskah?

Yang menjadi kesalahan adalah ketika kacamata kadung menyamaratakan segala warna yang terlihat. Sehingga luput dari lensa bahwa ternyata ketidakadilan tengah terjadi, sejak dalam penglihatan.

Sebuah kamus akan mengalami revisi karena begitu banyak kata baru yang masuk seiring dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Mungkin begitu pula yang terjadi kepada kamus yang kita miliki. Jumlah lemanya bertambah, definisi dari lema-lema yang sudah ada sebelumnya bisa saja dierbaharui atau disunting. Yang menjadi sebuah kesalahan adalah ketika kita mengira kamus kita begitu populer sehingga tidak dibutuhkan untuk menjelaskan kepada pemilik kamus lain untuk saling bertukar pemahaman, Keinginan untuk dimengerti, ketidakberanian mengungkapkan maksud bisa saja terjadi hingga berujung pada kekecewaan ketika mengalami kegagalan dalam berkomunikasi.