Senin, 11 Januari 2016

Kelemayar

Pandanganku terpaku pada kepala tengkorak putih yang menggantung di sudut atap rumah sebekah kanan. Sejurus dengan tatapan tersebut terpaku pada sebuah gubuk yang berdiri tegak di atas kolam ikan. Tempatku berdiri kini juga merupakan sebuah rumah yang dibangun di atas sebuah kolam ikan,. Konon katanya, dalam proses pembuatannya, dibutuhkan banyak seklai batang bambu dengan kualitas baik sebagai fondasi. Kata Ibu, rumah gubuk di seberang kami tersebut belum lama dibangun, Tengkorak kepala yang mengayun-ayun karena ditiup angin tersebut kembali membawa fokusku semula. Bahwa udara malam itu memang dingin dan kegelapan yang mengepung memang merupakan sebuah gelap yang siap bercerita, Cerita-cerita seram dan mistis yang berseliweran diantara kami sedari tadi kemabli mengiang sepotong demi sepotong.

Entahlah, bagaimana pun kami ketakutan dengan makhluk astral, aku pribadi meyakini bahwa apa yang ada di langit dan di bumi semuanya bertasbih kepada-Nya, Semuanya secara sadar dan tidak sadar memang ilaihi roji'uun, pulan dan kembali kepada-Nya.

Maka, kulantunkan dengan pelan sebuah ayat kursi untuk mengembalikan fokus bahwa hanya Ia yang Maha Besar, Malikinnas, Ilahinnas. Kemudian kami bergegas untuk meninggalkan rumah tersebut untuk beranjak menuju ke tempat yang lain.

Sembari menunggu dua orang lagi yan gmasih mempersiapkan sesuatu sebelum mengunci pintu, kami yang sudah berada di luar rumah berbincang sedikit mengenai cuaca dan suasana desa, salah satunya adalah tentang kunang-kunang. Ayahku konon tidak pernah melihat binatang tersebut lagi setelah dulu saat dia memasuki pendidkan sekolah lanjutan perwira dimana diharuskan untuk berjalan kaki sendirian berselang 30 menit dengan teman di depan dan belakangnya. Diterangi cahaya rembulan dan bau kemenyang yang sengaja disebar oleh para senior, Ayahku mengaku melihat kunang-kunang. Binatang yang belum pernah kulihat secara langsung seumur hidupku. Perlukah kuberi tahu kepadamu bahwa aku berumur 22 tahun kini. Tentang kunang-kunang itu hanya baru kuketahui lewat film, video klip, dan komik.

Seseorang di antara kami berseru bahwa ia melihat kunang-kunang sambil menunjuk ke suatu tempat. Persis di sana. kulihat kerlipannya. Ia sendirian. Masih saja setengah percaya bahwa yang kami saksikan itu benar merupakan seekor kunang-kunang, aku masih saja berpikir bahwa mungkin saja itu sesuatu yang lain, misalnya fluoroscent, atau sianr laser seseorang diantara kami yang iseng.

Sontak, sesorang diantara kami bergegas dan menghampiri tempat kunang-kuangn tersebut hinggap dan bersembunyi-sembunyi tepat di bawah tempatku asyik mengamati kepala tengkorak. Pak Untung nyatanya berhasil menangkap kunang-kunang tersebut meskipun kami semua, termasuk aku, pesimis bahwa kunang-kunang itu masih berada di tempat ia hinggap, sebuah pilar fondasi tepat di sudut dimana si tengkorak bergelantungan,

Pak Untung membawanya kepada kami dengan menulungkupkan kedua tangannya, persis seperti Mitsuhiko dalam komik Conan yang sedanga sibuk menyimpan seekor kunang-kunang untuk diperlihatkan kepada teman-temannya di sekolah.

Gerakanku nyatanya kurang sigap untuk mendokumentasikan detik-detik terbangnya si kunang-kunang. Entah foto atau video yang kuharapkan. Terlambat. Begitu kuletakkan mataku lekat-lekat pada tangan Pak Untung, tangannya membuka dan menunjukkan seekor binatang seperti lalat yang memiliki ekor bercahaya,m yang memang menerangi sekitar telapak tangan Pak Untung, dan kemudian terbang mendarat di pipiku sebelum ia akhirnya terbang lagi menjauh dan hinggap di permukaan air kolam dimana gubug tua yang kuoandangi semula berada.

assalamu'alaikum. Nice to meet you lighting bug.


Meskipun tidak sedikti orang yang berkata bahwa kunang-kunang merupakan kuku orang yan gmeninggal, aku masih akan tetap menganggap bahwa ia juga makhluk. Terlepas benar atau tidaknya desas-desus tersebut, ia tetap makhluk Allah. Sesederhana itu saja aku ingin memahaminya tanpa perlu ada tendensi ketakutan-ketakutan yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar