Kamis, 09 Juli 2015

Angin untuk Bara







Jangan pernah anggap sesuatu kosong seperti wadah ketika orang dari menara gading turun ke tanah. Boleh jadi telah ada peluh usaha dan guratan antusiasme serta ide namun tidak pernah menemukan jaring sebelumnya. Lao Tse pernah berkata:

Berjalan bersama rakyat.
Belajar dari mereka.
Hidup bersama mereka.
Mencintai mereka.
Mulai dengan apa yang mereka tahu.
Bangun dari apa yang mereka punya.
Namun pemimpin terbaik adalah ketika kerja selesai, saat tugas terlaksana, rakyatnya berkata
kamilah yang mengerjakan semuanya.





Antusiasme kaum ibu menyambut baik pelatihan hidroponik yang diselenggarakan Semai DD dan Variabel Bebas serta SPKP pada siang itu. Peserta yang terdiri dari remaja masjid dan majelis taklim tidak membuat perbedaan semangat yang berarti meskipun memang ada hitungan yang lumayan pada rentang usia. Semangatnya sama terdengar dari pekik tagline yang dikodifikasikan oleh pewara.

Hari itu peserta mendapatkan beberapa catatan yaitu mengenai perubahan iklim yang terjadi dan bagaiman urban farming memainkan peranan untuk menyambutnya secara baik. Perubahan iklim yang terjadi merupakan suatu tantangan terutama untuk masyarakat pesisir yang sungguh kaya potensi alamnya karena berkah yang luar biasa dari laut. Saya percaya segala hal berpilin dalam keseimbangan. Rahmat yang luar biasa dari hasil laut berbanding lurus dengan kesensitifitasan akan perubahan yang terjadi padanya. Maka, ketika alam mulai berbicara dengan bahasa yang tidak semua manusia menangkap maknanya, kawasan pesisir dipaksa untuk mampu membaca kode yang dikirim alam mengenai perubahan dan kemudian menyiapkan sebaik mungkin sebagai bentuk reaksi atas komunikasi tersebut. Kerjasama yang baik antara komunikan dengan mitranya ini saya sebut sebagai harmoni.

Proses pembacaan kode tersebut mulai dapat diterjemahkan secara baik oleh penduduk pulau pramuka dan kaum muda pulau panggang. Seiring dengan terdekapnya pengetahuan dan pemahaman, maka ada kewajiban lain yaitu bereaksi atas pengetahuan tersebut entah berupa aksi sekecil apapun di mata manusia lainnya. Maka, setelah mendapatkan beberapa lembar informasi dari Ibu Mahariah mengenai potensi urban farming di kawasan pesisir, peserta diajak untuk praktik membuat cairan nutrisi dan membuat pot hidroponik dengan sistem yang paling sederhana yaitu sistem sumbu atau wick

Keteduhan hutan pulau pramuka menaungi aktivitas pelatihan membawa maksud tersendiri bahwa ternyata bersama alam, kita mendapatkan keteduhan karena dedaunan dan kanopi menyediakan diri mereka untuk menjadi payung untuk manusia manusia yang beraktivitas di bawahnya. Akar pohon membuat biopori yang berfungsi sebagai resapan alami yang kemudian menjadi cadangan air ketika musim kemarau tiba dan penadah ketika hujan turun. Hidroponik sangat erat kaitannya dengan air diambil dari kata hydro yang artinya cairan. Maka, konsep urban farming hidroponik ini menggunakan air sebagai bahan baku utama yaitu sebagai pupuk. Sebuah pulau sebenarnya sangat bisa untuk tidak pernah kekurangan air. Cahaya matahari yang melimpah bak kompor yang senantiasa takkan pernah padam bagi dapur stomata. Air laut menjalani proses pencahayaan terus menerus dari matahari sehingga upanya naik untuk kemudian bisa turun menjadi hujan. Maka, hidroponik di kawasan pesisir cukup potensial keberadaan dan kelanggengannya asalkan mampu memanfaatkan potensi yang ada dan melimpah di sekitarnya.

Peserta dibawa untuk ke suatu titilk pengetahuan bahwa ternyata tantangan hidroponik di kawasan pesisir adalah air baku. Karena berdasarkan temuan dari hasil praktik menggunakan TDS (Total Dissolve Solid) & EC (Electricity Conductivity) meter, sumur dan air tanah dari beragam lokasi rumah warga adalah berbeda beda kadar ppm (part per million) nya. Dapat disimpulkan bahwa air sumur tidak direkomendasikan untuk menjadi bahan baku pencampuran untuk cairan nutrisi. Dan kemudian ditemukan bahwa bahan baku yang baik adalah dari hasil tadah hujan, tadah AC, atau air hasil penyulingan. Dengan ini, peserta akhrinya mau untuk memulai melakukan water harvesting meskipun dengan konsep yang paling sederhana sekalipun.

Pelatihan kemudian diakhiri dengan kepulangan masing masing peserta dengan satu wadah hidroponik sistem wick dengan beberapa bibit kangkung sebagai stok percobaan.

Perempuan dan kelantangan.
Tak perlu kajian mendalam terkait feminisme untuk menemukan formula tercanggih atas posisi perempuan di mata penghuni muka bumi. Laut sebagai ibu dari bumi tampaknya mengakar dan kemudian tercermin betul dari kepribadian kaum perempuan (terutama  Ibu) di pulau pramuka. To the point, ayom, tegas, berpadu juga dengan kelembutan khas ibu.

Menyambangi dua ketua RT yang semuanya adalah seorang wanita dan ibu rumah tangga. Jika di tempat saya tinggal biasanya kaum permpuan tidak memainkan perannya nyaris sama sekali dalam pengambilan keputusan warga atau rembuk bersama, maka di sini punya cerita lain. Pogram Fumah Hijau diinisiasi oleh satu keluarga namun koordinasi pusat berada di tangan para ibu.

Sebagai madrasah pertama sekaligus guru perawat di keluarga, ibu rumah tangga memiliki semangat yang membara untuk merealisasikan program rumah hijau di rumah mereka. Hasil diskusi dan evaluasi adalah sebagian sudah mulai memulai program rumah hijau yang melesakkan poin pembuatan Lubang Resapan Biopori, pemilahan dan penabungan sampah anorganik, panen air hujan, dan pekarangan yang produktif sebagai budaya. Gerakan budaya dari akar rumput sangat bergantung dari keistiqomahan atau kekonsistenan pelakunya dalam berfokus. Maka, variabel bebas dalam hal ini sama sekali bukan kompor apalagi bara bagi hidupnya gerakan budaya "harmoni mendengar-didengar" ini, variabel bebas adalah angin yang coba untuk menjaga nyala semangat masyarakat pulau pramuka.

/kit/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar