Minggu, 06 Maret 2016

Pernah





Padanya, aku pernah mendapati sesuatu yang dalam, yang mungkin telah banyak membaca sekitar. Tempat yang hanya sesekali aku berani untuk mencuri dengar, mengintip sibakkannya walau samar, sekejap. Yang dapat terlihat dengan mudah apakah sedang terundang tawanya atau terpancing kesedihannya untuk pertanyaan-pertanyaan yang barangkali urung ia temukan jawabannya, tanpa perlu aku melihat guratan pada bibir atau lekuk alisnya. Ini juga adalah sesuatu yang tiada dari Abdullah bin Ummi Maktum, namun jika boleh kutaksir, cerminnya tidak pernah khianat, tetap indah bahkan boleh jadi lebih gemilang oleh karena syukurnya atas nikmat yang lebih besar yang tersembunyi dibalik tiada dapat dinikmatinya salah satu inderanya itu.


Tidak, aku pun belum mengerti betul apa sebab ketika suatu kali temanku berkata bahwa ia tak pernah sanggup melihat sorot orang lain untuk waktu yang lama. Sehingga aku tersadar bahwa ada Yang Maha dari apa yang sedang kumahakan dalam benak. Itu sepertinya adalah sebab mengapa Angku Haji menikmati waktu berjam-jam di tepi dipan untuk mengenangkan mendiang istrinya dengan menafakuri ayat-ayat suci. 


Tempat yang paling indah? Ya, pernah kudapati dalam suatu masa, sorot dalam matanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar