Rabu, 28 Desember 2011

Embun Segar dalam Hujan Letih



Ini pertama kalinya saya mendapat amanah sebagai staff seksi acara sebuah pelatihan. 3 hari tidak dapat begitu saja dikatakan sebagai 'acara'. Pelatihan, seharusnya. Semuanya bekerja keras, semuanya berusaha mengemban amanah dengan sebaik - baiknya.. Agar meyakini benar - benar bahwa peluh kami saat itu bukan lantas tenggelam dalam kubang kesia - siaan. Bukan sekedar membuang waktu yang sangat berharga.
Acara tersebut adalah GESTURE (Get Spirit through Adventure)
Pembicara terakhir pada hari sabtu itu adalah seorang Ustad yang berdomisili tak jauh dari Bogor. Padahal sudah waktunya untuk Materi berikutnya dari Ustad tersebut, namun belum datang juga. Setelah d hubungi, Ustad mengaku terlambat karena hujan besar yang memang saat itu sedang mengguyur deras daerah sekitar Puncak, Bogor.
Dua jam lamanya kami menunggu kedatangan Ustad. Jujur, hati saya agak kesal karena leterlambatan pembicara. Namun, setelah teman saya menjelaskan bahwa Ustadnya memang seorang tuna daksa, hati saya mencelos. Berbalik arah, “Bagaimana beliau akan kemari? Perlukah kami jemput?” terlambat. Saya sudah terlanjur bersu’udzon pada beliau. Astaghfirullah... Teman saya menyahut “gausah, beliau dianter sama temennya”. Huff, lega,, batin saya. “Naik motor tapi”. Waduh! Hujan besar, naik motor dengan keterbatasannya.. pantas saja L
Ditengah suara hujan yang setia menyapa atap aula, Ustad yang ditunggu telah datang. Dengan pakaiannya yang basah, beliau tersenyum memandang kami, berlalu menuju ruang istirahat sementara diatas punggung temannya. Ia harus di gendong. Kuhela nafas, seulas senyum kagum pada sosok Ustad ini. Dari Cibubur sampai Cisarua bukanlah waktu yang singkat. Mengingat hari itu adalah hari sabtu, dimana kemacetan merajalela. Dan tak lupa, deras titik air yang memang setia jatuh di kota hujan ini.
Sang Ustad memulai pembukaan Materi Quantum Ikhlas. Materi yang cukup berat untuk saya, maka, saya sangat bersyukur dapat menyimak setiap apa yang Ustad bicarakan mengenai Quantum Ikhlas ini.

Keikhlasan hati, menjadi sulit untuk dideskripsikan dan diteksi. Padahal, ikhlas atau tidaknya suatu hati hanyalah diri kita pribadi dan Allah yang mengetahuinya. Sebagai contoh, dalam peristiwa pertengkaran yang menyebabkan kematian salah satu pihak. Belum tentu pihak yang membunuh lah yang akan masuk ke neraka. Kenapa? Karena seandainya si terbunuh tidak meninggal, siapa tahu dia akan membunuh juga atau tidak. Apapun yang tampak dari luar, seringkali tidaklah sama dengan yang ada pada niat dalam hatinya.
Ada perbedaan tipis antara riya’ dan rendah hati. Menyarungkan pedang saat terjadi peperangan karena merasa rendah diri, dan hatinya tak ingin bila ada orang yang melihat ia membawa pedang, termasuk sifat riya’. Kenapa? Karena mengusung pedang dihadapan orang kafir bukanlah hal yang berdosa dan perlu kita sembunyikan. Ada pula kasus dimana saat seorang ulama yang sedang tilawah Qur’an tiba – tiba menyembunyikan mushaf nya saat mendapat tamu dalam rumahnya. Ia merasa tak perlu ada orang lain yang tahu saat ia mengaji. Itu adalah sifatnya yang rendah hati.
Contoh lainnya adalah, seseorang yang merasa malu bila terlihat sedang pergi ke Masjid untuk shalat berjamaah, atau menyegerakan shalat. Itu adalah riya’. Mengapa merasa malu untuk sebuah kebenaran? Kecuali orang tersebut memang masih meragukan mana yang benar dan mana yang salah.
Yang terpenting adalah, ikuti kata hati pada hal – hal yang kita yakini benar adanya. Menjadi tuli juga diperlukan disaat kita butuh mendengarkan sugesti positif dari sekitar dan membuang sugesti negative yang dituangkan lingkungan. Semoga bermanfaat J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar