Sabtu, 27 September 2014

Jejaring


Sampah adalah sesuatu yang senantiasa melekat dengan kehidupan setiap makhluk hidup. Seiring dengan kodratnya bahwa makhluk hidup memiliki kebutuhan mendasar yang kemudian menghasilkan sampah. Saya membayangkan mungkin ketika kebutuhan manusia sangat – sangat diaktakan mendasar adalah ketika masa manusia belum memiliki akal yang sempurna, sebut saja pada masa manusia purba. Manusia purba yang hidup dengan berkoloni juga telah memiliki sampah, ambil contoh sampah kerang yang menggunung yang ditemukan di Indonesia terkenal dengan sebutan Kjokken Modinger. Kemudia, seiring dengan dianugerahinya akal pikiran pada manusia, maka cara hidup dan mempertahankan diri manusia mengalami perkembangan seiring waktu.

Bumi tempat makhluk hidup kini berpijak kemudian mengalami berkali – kali perubahan pada wajahnya. Manusia dengan segala akal pikirannya menggunakan ilmu yang sejatinya adalah cahaya untuk menemukan jalan kebenaran kemudian jadi berkembang untuk memenuhi keegoan perkembangan pemikirannya sendiri tentang konsep hidup dunia dan kematian. Muncullah kemudian pemikiran – pemikiran yang mengembangkan kebutuhan pokok manusia menjadi kebutuhan pelengkap. Lalu apa yang disebut dengan kebutuhan definisinya mengalami perubahan dan jumlahnya jadi bertambah berkali – kali lipat.

Manusia dan kebutuhan kemudian akan selalu menghasilkan dampak atau efek atas penggunaan dari segala kebutuhan. Hal yang tidak pernah berubah sejak kelompok manusia memulai pergerakan cara hidupnya adalah adanya sampah atas konsekuensi penggunaan kebutuhan. Organisasi dunia kemudian memunculkan demografi perkembangan populasi penduduk, pemetaan terhadap pendidikan kesehatan kesejahteraan kebersihan dan lain – lain pun dipetakan. Alibi tujuannya adalah: demi mendapatkan format bumi dan kehidupannya yang lebih baik. Jumlah sampah kemudian juga menjadi pembahasan sebagai dampak peningkatan populasi makhluk hidup di muka bumi. Peningkatan sampah yang tak terkontrol terutama di Negara – Negara yang belum tersejahterakan (penyebutan yang lebih baik ketimbang berkembang, mundur, apalagi terbelakang)

Sampah baik rumah tangga maupun industry kemudian menjadi hal yang sangat membahayakan dan sifatnya urgensi. Menurut Pak Prakoso, penggagas Bank Sampah Malaka Sari, samaph rumah tangga yang berdiam di sudut halaman dalam beberapa saja sudah mampu mengeluarkan gas karbon monoksida yang zat tersebut diketahui sama dengan yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor berbahan bakar solar. Itu merupakan racun. 

Belum lagi konflik pembuangan limbah sampah berstatus B3 dari Negara lain yang diselundupkan ke bumi nusantara. Maka lengkaplah bahwa sampah merupakan hal yang sangat berbahaya dari hari ke hari jika dibiarkan. Pada suatu forum yang menyuarakan penurunan populasi manusia, dikatakan bahwa peningkatan sampah adalah karena kurangnya pengetahuan dan saran pengolahan di masyarkat Negara mundur. Dan peningkatan sampah berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk. Maka solusi untuk menyelamatkan bumi adalah mengurangi jumlah penduduk dengan control jumlah anak dalam keluarga. Saya pribadi daripada memprioritaskan gagasan tersebut justru lebih memilih pencerdasan secara massif tentang sampah dan pengelolaannya daripada harus menempuh jalur instan tapi tidak mengakar dan menurunkan budi serta pendidikan karakter kebersihan yang baik.

Pengelolaan sampah kemudian menjadi penting disamping cerita yang telah saya paparkan di atas (mengenai hubungan sampah dengan populasi penduduk) adalah karena sampah memiliki banyak potensi untuk disulap dari barang tidak berguna atau bahkan merugikan menjadi bahan pendapatan rezeki dan peningkatan kemakmuran masyarakat. 

Jika  institusi sekolah kini sedang mendapat serangan gencar dengan tudingan sebagai pelaku kejahatan mematikan kreativitas anak bangsa, maka di harapkan kreativitas akan berkembang dengan pesat melalui pengelolaan barang sampah. Masyarakat Indonesia (kalangan bawah hingga menengah khususnya) dapat mengeksplorasi kemampuan diri dalam berkarya seni dan berwirausaha justru dengan stimulus ketidakberdayaan ekonomi sekaligus kewajiban untuk menjaga lingkungan agar bersih dan sehat untuk ditinggali.

Kesadaran yang menghampiri pemikiran seseorang tidak pernah lepas dari pengetahuan. Sedangkan pengetahuan hanya bisa didapatkan jika Allah menghendakinya lewat kemampuan ‘membaca’ sekitar. Dan yang paling besar potensinya untuk dapat dan mampu membaca adalah kalangan menengah. Salah satunya adalah pemuda – pemuda yang dapat mencicip bangku perguruan tinggi. Dengan tahu maka sadar, dengan sadar maka bergerak. Maka gagasan dan suara mengenai kebesihan dan sampah sebenarnya sudah tidak asing di kalangan pemuda. Kecuali pemuda yang hidup dalam ketebatasan dimana waktu tenaga dan pikirannya sudah kadung disibukkan dengan tuntutan kebutuhan yang makin bertambah jumlahnya serta membingungkan. Mengaburkan konsep kehidupan yang sesungguhnya sehingga lupa apa sebenarnya tujuan dari kehidupan kalau bukan bersiap untuk menyambut kematian.

Sebagai Negara dengan penduduk Islam terbesar, Indonesia melalui pemudanya yang berkesadaran untuk menjadi relawan gerakan hidup bersih dan kreatif saya harap dapat mewujudkn bangsa yang sadar secara penuh makna keindahan dan ibadah dalam menjaga kebersihan. Pengumpulan relawan adalah sebuah gerakan kecil tapi sarat makna yang megetuk suara hati siapa saja yang sesungguhnya gundah dan mencari ikatan bervisi serupa. Menguatkan simpulnya untuk bergerak dalam keyakinan bahwa visi dan misi mereka adalah baik serta demi manfaat sekelilingnya.

Sebuah awal mula yang menyatukan suara si pendiam untuk bisa bergerak maju dengan lantang karena kebersamaan dalam nait baik adalah kekuatan.


10 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar